https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh45xvuGXo6xhG-9OWUdp05kI5DKQhg45vYMtZyw9ZHRt4WTcWtBWQ1yVtUMzDoth31_6ZJbxFkwyyZPfPbKLI_vgOMy30sO8VAOCVoQrIDjmAPG36G50_ykPB_zJxFUIGWocixX4h4Wlo/https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiqU9EN-G13CSKCmhOSaO_-nvwzqZKu19B_OpnK8bI31PreyJRcrMAQxIqFO4Si6sRqyAWCThXxVK8gRTg68Fb3MpHnzXbTHilvsMziqfTJD1R1D_V-Wluh4vnHnT8VdLdczYsCY0eSe4k/s1600/twitter_64.png

Malaysia = Malingsia = Anjing

Kata kata ini belakangan makin santer terdengar dan makin menjadi trend setelah diperkenalkan di berbagai website dan media massa. Malingsia merupakan sebuah plesetan untuk menyebut negara Malaysia. Malingsia terdiri dari kata “maling” dan “sia” untuk merubah kata-kata “malay” dan “sia”. “Maling” merupakan kata-kata dari bahasa Jawa yang artinya adalah “Pencuri”. Plesetan ini berkembang setelah adanya beberapa kali usaha dari pemerintah Malaysia untuk melakukan tindakan-tindakan yang tidak meyenangkan dan termasuk juga unsur pelecehan terhadap negara tetangganya yaitu Indonesia. Plesetan ini merupakan salah satu respon masyarakat Indonesia atas sikap yang tidak berbudi dari pemerintahan negara itu.

Dipihak pemerintah indoneeia sendiri seringkali terdengar kecaman atas ketidak-bijaksanaan pemerintah Malaysia tersebut yang mengaku sebagai tetangga yang baik tapi ternyata tidak punya etikat dan etika yang baik sebagai tetangga. Di samping itu, sebagai negara Asia Tenggara yang berakar budaya sebagai negeri Malay (Melayu) seharusnya menunjukkan sikap ketimuran dan norma akhlaq yang tinggi, namun pada kenyataannya banyak sikap-sikap pemerintah Malaysia yang menodai kepercayaan dan norma tersebut. Sebagai saudara serumpun dan tetangga dekat, mereka ternyata jauh dari budi luhur yang seharusnya dijunjung tinggi sebagai bangsa Melayu.

Beberapa tahun terakhir ini semakin banyak kejadian dan hal-hal yang memperlihatkan keburukan sikap pemerintah Malaysia. Banyak hal yang seharusnya menjadi milik tetangganya (Indonesia), tapi dicuri oleh negara Malingsia, diantanya:

1. Malingsia mencuri gugusan kepulauan diperbatasan Indonesia, yaitu Sipadan dan Ligitan yang pada hakikatnya adalah pulau terluar Indonesia seperti yang telah tercantum secara jelas dan disepakati secara internasional dalam Perjanjian Djuanda tahun 1957 yang menyatakan dan menetapkan bahwa luas laut teritorial Indonesia sejauh 12 mil laaut diukur dari garis yang menghubungkan titik-titik terluar dari pulau terluar Indonesia pada saat surut atau batas ketinggian air laut paling rendah. Dari kesepakatan ini kepulauan Sipadan Ligitan merupakan wilayah yang masuk wilayah teritorial Indonesia, namun dengan berbagai cara dan manipulasi maka kedua pulau tersebut diambil alih oleh Malingsia dan bahkan akibat keterlambatan Indonesia melihat pengambilalihan tersebut menjadikan Indonesia terlihat kalah dalam diplomasi dan mengakibatkan dunia internasional terbawa opini Malingsia tersebut dan memberikan pengakuan atas Sipadan dan Ligitan sebagai milik Malingsia.

2. Malingsia berusaha mencuri landas kontinen Indonesia. Ketika beberapa waktu lalu Indonesia diguncang gempa dan tsunami besar (Aceh dan Sumatra utara), ternyata Malingsia tidak punya sense atau rasa kebaikan sebagai tetangga dan saudara serumpun, tapi disaat pemerintah Indonesia berkonsentrasi terhadap pemulihan Aceh dan Sumatra utara, mereka malah melakukan penetrasi terhadap perbatasan laut Indonesia dengan mengirimkan kapal laut dan pesawat terbang AL negara Malingsia tersebut memasuki wilayah Indonesia tanpa izin dengan maksud untuk memprovokasi dan juga mencoba untuk mengambil alih lahan minyak di laut perbatasan di dalam teritorial maupun di daerah landas kontinen Indonesia, yaitu blok Ambalat yang sangat kaya menyimpan cadangan minyak. Padahal, menurut hukum dan Ketetapan Internsional telah jelas menyatakan bahwa daerah itu merupakan wilayah yang hanya boleh dieksploitasi dan dimanfaatkan oleh Indonesia. Perjanjian landas kontinen internasional atas Indonesia pada 1969 menyatakan bahwa segala sumber mineral dan kekayaan alam lainnya yang terdapat pada dasar laut dan tanah dibawahnya diwilayah landas kontinen Indonesia yang mencakup wilayah laut sejauh 200 mil laut diluar wilayah teritorial Indonesia.

3. Malingsia mencuri batik yang berasal dari Indonesia dan semenjak dahulu kala telah menyatu dengan kebudayaan Indonesia. Mereka menyatakan bahwa batik sebagai kebudayaan asli negara Malingsia tersebut, padahal segenap penjuru dunia telah mengetahui dan fakta juga membukti dengan jelas bahwa batik merupakan hasil kebudayaan asli Indonesia. Seharusnya mereka menganalisis dan memperhatikan kembali kenyataan bahwa sebenarnya kebudayaan Melayu berakar dari Sumatra Indonesia, bahkan yang membuka lahan dan membuat kota Kuala Lumpur serta memajukannya adalah tokoh melayu Sumatra yang makamnya ada di Indonesia (kalau tidak salah ada di Riau).
4. Malingsia mengklaim lagu Rasa Sayange dari Maluku Indonesia sebagai karya mereka. Padahal semua warga negera tersebut tahu semenjak dahulu kala bahwa mereka dekat dengan lagu tersebut bukan karena diciptakan oleh kesenian mereka sendiri, namun karena berkualitas tinggi dan mudah dihayati yang pada hakikatnya berasal dari Indonesia. Jika mereka ditanya dari hati nurani dan diminta untuk jujur pastilah akan mengakuinya.

5. Malingsia mengklaim kesenian Reyog Ponorogo sebagai kesenian mereka, padahal dunia sudah semenjak dahulu kala mengakui bahwa reyog adalah kesenian asli dari Ponorogo Indonesia. Ini bisa dikuatkan dengan berbagai sejarah dan melihat akar terbentuknya kesenian reyog di Ponorogo, yang bisa dilihat dari berbagai referensi sejarah di dunia ini. Apakah Malingsia tidak malu melakukan tindakan seperti itu??. Bisakah negara Malingsia membeberkan asal akar kebudayaan reyog?? Kebohongan pasti akan terungkap. Pasti mereka tidak bisa menjelaskan dan tidak mungkin bisa menjelaskan, karena Reyog bukanlah kebudayaan Malingsia tapi merupakan kebudayaan asli dari Ponorogo Indonesia.



Penjelasan-penjelasan diatas, tentang pencurian yang dilakukan Malingsia ternyata tidak cukup sedemikian. Pencurian-pencurian yang dilakukan pemerintah Malingsia ini diikuti pula dengan sikap-sikap tidak etis dan tidak senonoh lainnya, diantaranya:

1. Dalam usaha Malingsia untuk mengambilalih teritorial laut dan juga kekayaan di blok Ambalat beberapa waktu lalu setelah Indonesia diguncang gempa dan tsunami besar (Aceh dan Sumatra utara), ternyata Malingsia juga melakukan pemukulan terhadap pekerja-pekerja Indonesia yang sedang membangun suar diperbatasan agar menghentikan pekerjaan mereka. Pembangunan suar yang dibangun Indonesia dipergunakan untuk melengkapi dan memperjelas perbatasan teritorial laut Indonesia. Malingsia takut jika suar tersebut makin banyak dan lengkap, mereka tidak akan bisa mencuri wilayah perbatasan Indonesia lagi. Maka dari itulah Indonesia tidak mau kecolongan dan kecurian lagi sehingga perbatasan laut Indonesia makin diperjelas yang salah satunya dengan pembanguanan suar di batas wilayah teritorial laut yang berbatasan dengan Malingsia.

2. Malingsia sangat rendah memandang warga negara Indonesia, yang terbukti dengan ketidakmauan pemerintah Malingsia untuk memberikan perangkat hukum yang memadai dalam melindungi hak-hak warga negara Indonesia (WNI) yang bekerja di negara tersebut (TKI), dan tidak pernah seimbang atau tegas dan adil dalam menghukum warga negara mereka sendiri ketika melakukan pelecehan atau pelanggaran hukum terhadap warga negara Indonesisa. Bahkan kemudian dikembangkan istilah INDON yang berkonotasi buruk dan melecehkan untuk menyebut pekerja dari Indonesia ataupun warga negara Indonesia sebagai warga kelas bawah yang hak dan perlindungan hukumnya lebih rendah dari warga negara mereka sendiri.

3. Malingsia beberapa kali membiarkan terjadinya kasus pelecehan dan penyiksaan warga negara Indonesia yang tidak diselesaikan secara tuntas dan adil. Banyak pekerja Indonesia yang disiksa majikannya, pulang dalam keadaan lumpuh, ataupun bahkan dalam keadaan jadi mayat yang kemudian dinyatakan sebagai bunuh diri atau sakit parah, dsb, serta banyak pula yang tidak memperoleh gaji yang seharusnya, serta minim perlindungan keselamatannya. Bahkan wasit beladiri Indonesia yang berkelas internasional pun dipukuli polisi Malingsia tanpa ada alasan yang jelas dan sangat tidak sewajarnya dilakukan penegak hukum.


Nah, dengan beberapa hal ini, masih punya nuranikah warga Malaysia untuk melawan ketidakbijaksanaan pemerintah mereka, yang jelas sangat mencoreng nilai budaya dan norma budi pekerti orang melayu. Ataukah mereka juga sudah sama saja seia sekata dengan pemerintahan mereka yang sudah tidak punya nurani dan merendahkan negara lain, padahal negara yang dilecehkannya itu masih serumpun dan juga tetangga dekat?

Semenjak dahulu pemerintah negara tersebut (Malaysia) telah seringkali menghina Indonesia. Itu pula mengapa Bung Karno meneriakkan slogan “Ganyang Malaysia”. Masih perlukah para birokrat Indonesia mendiamkannya dengan berbagai alasan?

Sumber

0 komentar:

:10 :11 :12 :13 :14 :15 :16 :17
:18 :19 :20 :21 :22 :23 :24 :25
:26 :27 :28 :29 :30 :31 :32 :33
:34 :35 :36 :37 :38 :39

Posting Komentar

Random Posts

Posting Terbaru